MOVIE REVIEW: Otomatis Romantis (2008)

Note: entry ini adalah repost dari blog gua yang lain.

Tanggal terbit asli: 28 January 2008.

Rating 2/5 Stars2 Stars

Hmm, kayaknya para filmmaker-filmmaker Indonesia belom bisa lepas dari paradigma film horror, drama percintaan, dan film remaja. Otomatis Romantis dalam hal ini merupakan perpaduan film remaja (film wanita) yang diisi dengan cerita percintaan dan coba-coba memasukan unsur komedi ke film ini. Komedi di film ini bukanlah dalam arti sesungguhnya, karena hanya dibawa oleh aktor-aktor yang bermain, tanpa adanya kekuatan cerita.

Sebut saja Tora Sudiro, Tukul, Mpok Atik, Wulan Guritno, Cintami Atmanegara, dan Tarzan. Sayang sekali, sang sutradara sepertinya ingin sok-sok keren dengan memasang mereka-mereka di atas (kecuali Tora) pada peran-peran cameo. Padahal, potensi dengan bercampurnya tiga juara lawak Indonesia pantas untuk lebih digali lagi dan pasti akan menggegerkan bioskop kalau digarap dengan benar.

Plot

Film ini bercerita tentang seorang wanita karir bernama Nadia (Marsha Timothy) yang adalah seorang redaktur majalah wanita yang tidak mau kawin dan sok mandiri. Dia orangnya galak, judes, dan suka teriak-teriak sama bawahan (klasik sinetron). Lalu kebetulan ada seorang office boy bernama Bambang (Sudiro) yang tadinya adalah seorang reporter di Jogja. Fokus film ini berganti-ganti antara ambisi Bambang untuk menulis artikel untuk majalah itu, dan kecentilan dan sifat snob-nya si wanita itu dalam menghadapi tuntutan untuk menikah dari ayahnya (Tarzan) dan kebenciannya yang didasari kesombongan terhadap Bambang yang beraksen medok.

Suatu hari, secara tidak sengaja, foto model untuk majalah itu tidak dapat hadir, dan long story short, Bambang akhirnya menjadi foto model. Nadia masih saja tidak menyukai Bambang, walaupun terbukti Bambang sebagai model diminati banyak orang. Lalu ditengah berputar-putarnya cerita yang tidak maju-maju, muncullah kakak (Guritno) dan adik dari si Nadia untuk menambah deritanya. Wulan Guritno sedang bermasalah dengan suaminya, yang teryata adalah Mas Dave (Tukul).

Di sini terlihat jelas joke corny yang dipakai: Nama Mas Dave dan ternyata aslinya adalah “Tukul”. Ha Ha. Lucu sekali (not!). Akhirnya si Nadia jatuh cinta dengan Bambang dan fokus film berubah lagi menjadi perjuangan Nadia untuk mendapatkan Bambang. Bahkan dengan didukung dengan adegan “cium paksa” yang dilakukan Nadia di tangga kantor. Intrik bertambah karena Bambang terpaksa harus menikahi gadis yang dihamili oleh abangnya Bambang, Mas Trisno (Dwi Sasono).

Kelemahan

Kelemahan paling utama dari film ini adalah penyutradaraan. Banyak sekali adegan-adegan yang lemah secara kualitas. Misalnya, seringkali dalam sebuah percakapan si pembicara malah berada di luar kamera, atau hanya terambil kupingnya saja. Ini mengganggu flow dari presentasi sebuah film. Termasuk juga fokus film yang terlalu banyak berganti-ganti antara Bambang dan Nadia, yang tidak nyaman untuk penonton. Terlihat sang sutradara belum banyak jam terbang. Memang bagus kalau banyak orang Indonesia yang tertarik ke film, tapi tolong bawalah kualitas menyertai Anda. Jangan hanya mengotori bioskop dan menipu calon penonton dengan nama-nama besar cameo yang muncul.

Kelemahan kedua adalah buruknya akting dari pemeran utama, Marsha Timothy. Aktingnya yang standar dan tidak simpatik membuat keseluruhan nilai dari film ini menjadi semakin rendah. Kayaknya udah cukuplah penonton disajikan akting cewek cantik judes marah-marah dan sok mandiri tapi manja. Aktor-aktor Indonesia harus mengeksplorasi jenis-jenis karakter-karakter baru, jangan hanya terpaku pada metode-metode malas seperti ini.

Kelemahan ketiga adalah disia-siakannya bakat-bakat besar di film ini. Mereka gak pantes jadi cameo. Apalagi cameo film seperti ini. Mereka udah kegedean nama. Dan digunakannya mereka menjadi aktor pembantu malah menjatuhkan film ini karena beratnya nama mereka. Tukul yang gokil seperti itu karakternya tidak dieksplorasi lebih jauh. Mpok Atik hanya menjadi asisten pribadi yang jarang muncul. Tarzan hanya muncul sekali dua kali. Akting-akting mereka yang natural dan seperti yang diharapkan penonton adalah satu-satunya yang menjadi kekuatan dari film ini, disamping akting brillian (dibanding yang lain) dari Tora Sudiro dan Dwi Sasono. Terutama chemistry yang terjadi antara kakak beradik Bambang dan SSS yang terasa bahkan dari bangku penonton.

Intinya…

Well, film ini bisa dikatakan sebagai latihan aktingnya Tukul, Tora Sudiro dan Dwi Sasono. Mereka membuktikan bahwa mereka memang punya kualitas tersendiri yang membedakan mereka dari jajaran aktor-aktor transferan dari sinetron. Tetapi film ini secara keseluruhan belom pantas masuk ke jajaran papan atas perfilman Indonesia.

Film ini pantas ditonton jika Anda sudah menonton seluruh film di bioskop dan sedang mencari-cari kesempatan untuk bermesraan dengan pacar. Karena, walaupun Anda sibuk “menggarap” sang pacar, Anda tidak akan rugi-rugi amat tidak konsentrasi nonton film ini.

  • Pemain: Tora Sudiro, Tukul Arwana, Marsha Timothy, Wulan Guritno, Tarzan, Dwi Sasono
  • Sutradara: Guntur Soeharjanto
  • Penulis: Monty Tiwa
  • Produser: Monica Hariyanto, Monty Tiwa
  • Produksi: ISI Production

1 Responses to MOVIE REVIEW: Otomatis Romantis (2008)

  1. satub berkata:

    mang pada bego yang bikin ni film,lebih goblok yg mau nntn di bioskop!

Tinggalkan komentar